ENDOMETRITIS PADA SAPI
Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang diakibatkan oleh infeksi
kuman yang masuk ke dalam uterus melalui vagina menuju serviks dan sampai ke
uterus (infeksi ascenden) maupun secara hematogen atau melalui aliran darah
seperti Brucella abortus (infeksi
descenden). Endometritis umumnya terjadi mengikuti kasus partus yang abnormal
seperti abortus, retensio sekundinae, distokia, kelahiran prematur ataupun
kelanjutan radang pada alat kelamin bagian luar yaitu vulva, vagina dan serviks
serta pelaksaan IB yang kurang lege artis.
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritia diantaranya Campylobacter foetus, Brucellosis,
Vibriosis, dan Trichomonas foetus mengakibatkan
endometritis spesifik, namun endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik
spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Selain
itu, peradangan pada endometrium dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteriPasteurella spp., Bacillus spp., Pseudomonas spp., Streptococcus spp. dan Staphylococcus spp.
Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia dan atau retention
secundinae yang mengakibatkan involusi uterus pada periode post partus menurun.
Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Corpus Luteum Persisten (CLP).
Endometritis juga dapat mempengaruhi fertilitas dari sapi betina
diantaranya untuk jangka pendek yaitu menurunya kesuburan sapi betina, CR (Conception Rate) dan S/C (Service Per Conception) menjadi
meningkat; untuk jangka panjang yaitu menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena
terjadi perubahan pada saluran reproduksi.
Gambar sapi yang terkena endometritis
Etiologi
Diduga uterus dan isinya steril selama
kebuntingan normal dan lebih dulu melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau
setelah itu lumen uterus terkontaminasi mikroorganisme dari lingkungan, hewan,
kulit dan feses melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Sapi
dengan infeksi uterus dihubungkan dengan A.pyogenes lebih dari 21 postpartus
berkembang menjadi endometritis berat dan hampir dapat tetap subfertil pada
service pertama. Sebagai tambahan, ada sinergisme antara A.pyogenes,
F.necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih beratnya kasus
endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi uterus atau
fungsi neutrofil akan menunda fungsi eleminasi kontaminasi bakteri. Distokia,
kelahiran kembar atau kematian ternak dan kawin buatan meningkatkan kesempatan
untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah faktor
predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis
berat.
Infeksi uterus adalah alasan kejadian, menjadi paling tinggi
selama waktu dikandangkan, diduga karena kontaminasi lingkungan. Lingkungan
ternak yang kotor mungkin meningkatkan resiko endometritis. Noakes (1991)
mendiskripsikan 2 perbedaan higienisme yang nyata pada peternakan, satu dengan
lingkungan yang relatif bersih kejadian endometritis adalah 2- 3 %,
dibandingkan dengan kejadian 15 % dari lingkungan yang kotor. Tetapi tidak ada
perbedaan pada kualitas dan kuantitas flora bakteri uterus pada ternak sapi
pada masing- masing peternakan.
Ditunda kembalinya aktivitas siklus uterus
setelah kelahiran memperlihatkan predisposisi endometritis. Jika interval dari
kelahiran ke ovulasi pertama sangat pendek, itu diduga piometra dapat terjadi
karena A.pyogenes dan bakteri anaerob Gram negatif yang akan tetap tinggal
dalam uterus setelah ovulasi, yang membiarkan pertumbuhan bakteri yang melanjut
mengikuti pembentukan corpus luteum.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran
yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature,
kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan
oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
Endometritis dapat terjadi juga pada induk
sapi setelah perkawinan alami dengan pejantan yang menderita penyakit menular
kelamin seperti bruselosis, trichomoniasis, vibriosis, dll. Pada pelaksanaan
inseminasi buatan yang dilakukan intra uterine pada sapi betina, mempunyai resiko
untuk terjadinya endometritis, karena mungkin saja bakteri yang terbawa oleh
alat insaminasi (insemination gun) atau dalam semen masih tercemar oleh kuman
kemudian dapat menulari uterus. Streptococcus, Staphylococcus, E.coli,
P.aeruginosa, dan C.pyogenes adalah bakteri nonspesifik yang terdapat secara
non pathogen di mana-mana dan sering menginfeksi uterus. Berat tidaknya
endometritis yang diserita tergantung pada keganasan bakteri yang menularinya,
banyaknya bakteri, dan ketahanan tubuh penderita. (Hardjopranjoto,1995)
Dalam sumber lain dikatakan bahwa etiologi
adalah polimikrobial: campuran organisme aerobik dan anaerobik biasa dijumpai.
Gram positif coccus diantaranya: Streptococcus agalactiae, Strep.viridans,
Strept.faecalis, Staphylococcus aureus, dan Staph.epidermidis Beberapa kasus
berat disebabkan oleh Streptococcus Group ABakteri gram negatif yaitu E.coli,
Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, Enterobacter aerogenes, Gardnerella
vaginalis (Chandran,2006)
Patogenesa
Selama dan setelah
kelahiran, bakteri masuk secara ascendend ke dalam vagina, melewati serviks dan
mengkontaminasi lumen uterus. Sebagian besar bakteri ini bersifat kontaminan
oportunistik dan bakteri-bakteri ini dieliminasi dari uterus selama tiga minggu
pertama setelah kelahiran dengan adanya kontraksi uterus (involusi), regenerasi
endometrium dan aktivasi kekebalan tubuh dengan cara fagositosis bakteri oleh
neutrofil. Beberapa sapi perah mengalami endometritis pada tiga minggu pertama
setelah partus dan mengalami lesio berupa materi purulen di uterus yang dapat
terdeteksi di vagina.
Kasus endometritis dapat terjadi karena
melakukan IB (inseminasi buatan) dan penanganan partus kurang higienis,
sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. Coli, Staphilylococcus,Streptococcus dan Salmonella sp.),
maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas
foetus) yang terbawa masuk ke dalam uterus pada saat dilakukannya IB atau
masuk pada saat melahirkan dimana serviks dalam keadaan terbuka. Bakteri
tersebut dapat berasal dari lingkungan seperti feses maupun kotoran yang
lainnya. Terjadinya infeksi juga tergantung dari virulensi kuman maupun daya
tahan yang dimiliki oleh sapi. Daya tahan uterus tergantung dari kebersihan
uterus dari sisa-sisa plasenta, kemampuan involusi uterus, penutupan serviks
maupun pemulihan vagina dan vulva ke status seperti sebelum bunting dan
melahirkan. Endometritis yang ringan tidak selalu diikuti pembentukan cairan
abnormal, sedangkan pada infeksi berat cairan diproduksi dalam bentuk mukus,
serus sampai dengan bentuk nanah. Kondisi yang berat dapat berkembang menjadi
pyometra disertai dengan pembentukan nanah sebaliknya kasus yang ringan dapat
menimbulkan terjadinya banyak kasus kawin berulang.
Gejala Klinis
1. Berupa adanya leleran vaginal berwarna
putih/putih kekuningan yang akan meningkat pada saat estrus yaitu saat cerviks
berdilatasi dan ada mucus vagina yang berlebihan. Leleran tersebut biasa
disebut “leucorrhoea” yang berarti secret yang putih dan kental dari vagina dan
rongga uterus.
2. Terdapat tanda-tanda penyakit sistemik yang
pada beberapa kasus menyebabkan penurunan produksi susu dan nafsu makan.
3. Pada palpasi per rectal ditemukan adanya
involusi uterus yang terasa seperti adonan (doughy feel)
4. Dalam jangka pendek akan mengurangi fertilitas
dan akan memperpanjang calving interval serta menurunkan angka service per
conception (S/C).
5. Sedangkan dalam jangka panjang akan
menyebabkan sterilitas yang dapat menimbulkan perubahan pada traktus genitalis
yang bersifat irreversible (Arthur,1992)
Dari Hardjopranjoto (1995) menyebutkan bahwa endometritis dapat
berupa kasus akut maupun kronis. Gejala klinis pada endometritis sering tidak
begitu jelas. Demikian juga pada pemeriksaan melalui rektal atau pemeriksaan
vaginal hasilnya tidak jelas, khususnya bila peradangan bersifat akut.
Endometritis yang kronis disertai dengan penimbunan cairan (hidrometra) atau
nanah (piometra), gejala-gejalanya akan lebih jelas, terutama pada waktu induk
berbaring, akan ada cairan yang keluar dari alat kelamin luar berbentuk
gumpalan nanah. Ini disebabkan uterus yang mengandung nanah atau cairan
tertekan antara lantai kandang dan rumen. Kadang-kadang sukar menentukan apakah
cairan tersebut berasal dari uterus atau serviks, karena umumnya serviks dan
vagina turut serta dalam proses peradangan. Gejala lain yang mungkin dilihat
khususnya endometritis yang akut pada sapi perah adalah suhu yang meningkat
disertai adanya demam, sering urinasi, nafsu makan menurun, produksi susu juga
menurun, denyut nadi lemah, pernafasan cepat, ada rasa sakit pada uterus,
ditandai sering menengok ke belakang, ekor sering diangkat dan sering merejan.
Pada pemeriksaan rektal, uterus mungkin teraba agak membesar dan
dan dindingnya agak menebal. Endometritis yang berderajat ringan, melalui
perabaan rektal mungkin tidak teraba adanya kelainan pada uterus. Pada anjing,
endometritis berat sering diikuti dengan muntah-muntah (Hardjopranjoto,1995).
Diagnosa
Secara
klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada
vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis
tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi
pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum
adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan
visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah
penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan
isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik
atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik,
pengeluaran dari vagina alami. Sitem utama yang digunakan adalah kombinasi dari
diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan
memberi perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partus. Setiap
sapi harus mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi
sebagai bagian dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat
didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi
rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin
diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal
meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta
warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distokia,
retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartus dapat membantu
diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus.
Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan
berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis.
Keradangan pada cervix ( cervisitis) dan vagina ( vaginitis) juga mempunyai
abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi
uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan
menggunakan spekulum.
Untuk beberapa
kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy
uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya
peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin
dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam
uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama naetrofil
granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana
adalah melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di
inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan informasi
sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus
pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel
kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina.
Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi
mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tanganbiasanya tetap di vagina untuk
sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan
kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda
involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin
memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan
autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope,
yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa
resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk
transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina
terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan
untuk mengeluarkan isi vagina
Treatmen
Tiga treatmen yang paling sering digunakan adalah PGF-2α
parenteral atau analog, estrogen dan antibiotic intrauterine.
Pencegahan
1. Menyembuhkan penyakit metabolisme ini
sangat baik dengan memenuhi kebutuhan nutrisi sapi, salah satu
caranya:
2. Meningkatkan BCS 2 ke 3
3. Memenuhi kebutuhan magnesium
4. Perbaiki kebutuhan nutrisi, dan lingkungan
kandang
5. Menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam
pertolongan kelahiran
6. Mengawinkan sapi betina hendaknya dilakukan
sekurang-kurangnya 60 ari post partus
7. Dalam menangani retensi sekundinarum segera
diadakan pertolongan dengan teknik yang baik dan menyeluruh, jangan ada sisa
sekundinae yang tertinggal di dalam uterus.
Pencegahan
Pencegahan terhadap
kasus ini dapat dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
uterus seperti kebersihan alat yang digunakan pada saat menangani kelahiran,
sanitasi kandang dan pelaksanaan IB yang aseptis. Sebaiknya sebelum diberikan
antibiotika, dilakukan perbaikan sirkulasi darah di uterus dengan pemberian antiseptika
ringan atau air hangat.
TERAPI ENDOMETRITIS
a. Antibiotik lokal atau sistemik, Oksitetrasiklin
500-1500 mg dengan pemakaian maksimal 3-6 gr (Intra Uterine), Neomisin 500-1000 mg
b. Prostaglandin atau estradiol
c. Dengan terapi microwave dengan intensitas yang
rendah.
Kelompok sapi diobati dengan metode berikut:
1. Mengobati uterus
dengan radiasi infra merah yang berintensitas rendah atau terapi laser dengan
jarak 5-10 cm dari kulit, waktu tiap penyinaran kurang lebih 30 detik, dengan
total waktu penyinaran 1 menit.
2. Pengobatan dengan
apparatus IMG-42.2, dengan jalan kontak langsung dengan horn cap, menggunakan
daerah antara sakral ke2 dan ke3. Area kontrol dari proses fisiologi ini berada
di uterus. Waktu terapi kurang lebih 10 menit. Alternatif lain daerah radiasi
lainnya adalah antara prosesus spinosus sakral 2 dan 3, kanan kirinya berjarak
4 jari. Waktunya 5 menit untuk tiap area, dengan total waktu 10 menit.
3. Dari pengobatan sampai
kesembuhan 1 tahap perhari, namun perharinya tidak lebih dari 10 tahap yang
dilakukan.
Sumber :
Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle 3rd ed. Great
Britain: Blackwell Publishing.
Sheldon M. 2007. Endometritis in Cattle: Pathogenesis,
Consequences for Fertility, Diagnosis and Therapeutic Recommendations. Royal
Veterinary College, University of London.
http://www.partners-in-reproduction.com/vets/newsletters/newsletter_2.pdf. [17
Januari 2010].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar